share d'ideas with love

Selasa, 10 April 2012

mendampingi klien yang hampir meninggal dan merawat jenazah



MAKALAH KDPK 1

“Mendampingi Klien Yang Hampir Meninggal (Sakaratul Maut ) Dan Merawat Jenazah”

                                        

Dosen pembimbing : Ibu Nurul Trianawati,S.Psi SST

STIKES YARSIS YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
                      SURABAYA
     TAHUN AJARAN (2011-2012 )


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkah yang telah diberikannnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Mendampingi Klien Yang Hampir Meninggal (Sakaratul Maut ) Dan Merawat Jenazah”.Kami juga berterima  kasih kepada Ibu  Nurul Trianawati,S.Psi SST sebagai dosen pembimbing khususnya KDPK 1, kepada teman-teman yang telah membantu dan mendukung kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Harapan kami semoga dengan terselesaikannya makalah ini kita bisa mengambil pelajaran.
Kami menyadari akan kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak dapat disampaikan kepada kami agar dapat menjadi yang lebih baik. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terima kasih

                                                                                                Surabaya, 30 Maret 2012

                                                                                            Penulis







DAFTAR ISI
Daftar isi……........................................................................................... 4
Kata pengantar….................................................................................... 3
Bab I. Pendahuluan................................................................................ 5
1.1         Latar belakang......................................................................6
1.2        Rumusan masalah.................................................................6
1.3        Tujuan masalah.....................................................................6
Bab II. Pembahasan...............................................................................7
1.1 Diskripsi Rentang Pola Hidup Sampai Menjelang Kematian...........................................................................................7
1.2                Perkembangan Persepsi tentang kematian......................8
1.3                Perubahan Tubuh Setelah Kematian................................9
1.4                Pendampingan Pasien Sakaratul Maut.............................10
1.5                Moral Dan Etika Dalam Mendampingi Pasien Sakaratul Maut..................................................................................................16
1.6                Perawatan Jenazah.............................................................17
1.7                 
Bab III. Penutup.................................................................................... 20
        3.1 Kesimpulan................................................................................. 20
Daftar pustaka........................................................................................ 21
Bab I
PENDAHULUAN

1.1      LATAR BELAKANG

Sakaratul Maut (Dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Sedangkan Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap.
”Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “Tiada Tuhan Selain Allah” (HR.Muslim).
Tak dapat dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita. Kematian tidak pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun dapat mengalami hal ini.  Kita tak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Kematian seakan menjadi ketakutan yang sangat besar di hati kita.
Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu sakaratul maut atau dalam istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya pendampingan pada seseorang yang menghadapi sakaratul maut (Dying).






Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat, seperti memberikan perhatian yang lebih kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.

1.2      RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakakan suatu rumusan masalah adalah sebagai berikut : “ Cara Menangani dan mendampingi Pasien Yang Sakaratul Maut / Hampir Meninggal

1.3      TUJUAN MASALAH

a.    Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi  dan sumbangan pikiran yang bermanfaat bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
b.     Sebagian bahan referensi bagi penulis dan juga bagi penelitian selanjutnya.

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Diskripsi Rentang Pola Hidup Sampai Menjelang Kematian.
Pandangan pengetahuan tentang kematian yang dipahami oleh seseorang berbeda-beda. Adapun seorang ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang deskripsi rentang pola hidup sampai menjelang kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup sampai menjelang kematian sebagai berikut :
·          Pola puncak dan lembah.
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis (lemah). Pada kondisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar. Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa menimbulkan depresi.

·          Pola dataran yang turun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.

·          Pola tebing yang menurun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang menetap/stabil, yang menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di unit khusus (ICU)




·          Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.

2.2      Perkembangan Persepsi tentang kematian
Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu yang sangat menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun kematian itu dalah sesuatu hal yang biasa saja, yang ada di pikirannya kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi pada orang tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan, mereka mengerti tentang apa itu kematian. Karena itu berkembanglah klasifikasi tentang kematian menurut umur yang di definisikan oleh Eny Retna Ambarwati, yaitu :
1.     Bayi - 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer.
2.    5-9 tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
3.    9-12 tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.









4.    12-18 tahun.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
5.    18-45 tahun.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6.    45-65 tahun.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
7.    65 tahun keatas.
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal.
2.3      Perubahan Tubuh Setelah Kematian
·               Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya glikogen dalam tubuh. Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery, kemudian menjalar pada leher, kepala, tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah kematian.
·              Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam sampai mencapai suhu ruanga





·              Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini disebabkan karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan HB.

2.4      Pendampingan Pasien Sakaratul Maut.
Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya yaitu, :

a.     Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada  pasien dan  keluarganya

b.    Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.

c.     Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian.

Ø  Pendampingan dengan alat-alat medis
Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila perlu dengan bantuan alat-alat kesehatan adalah tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal pada pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan memerlukan alat-alat pendukung seperti :
a.      Disediakan tempat tersendiri
b.      Alat – alat pemberian O2
c.      Alat resusitasi
d.      Alat pemeriksaan vital sighn.
e.      Pinset 
f.       Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
g.       Alat tulis
Adapun prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan oleh petugas dalam mendampingi pasien yang hampir meninggal, yaitu :
   a.    Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
   b.   Mendekatkan alat
   c.   Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
   d.   Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
   e.   Membersihkan pasien dari keringat
   f.   Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset




h.   Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i.    Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j.    Mencuci tangan
k.   Melakukan dokumentasi tindakan

Ø  Pendampingan dengan bimbingan rohani

          Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
          Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.









          Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut,” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS. 6:93).






 Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
          Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan cara-cara,seperti ini:
     1.      Menalqin (menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
     2.      Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang baik.
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. Artinya :“Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.”Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
     3.      Berbaik Sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.




     4.      Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut 
   Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. 
(Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
     5.      Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
   Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
     a)      Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat.
     b)      Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.





2.5      Moral Dan Etika Dalam Mendampingi Pasien Sakaratul Maut

                Perlu diketahui oleh petugas kesehatan tentang moral dan etika dalam pendampingan pasien sakaratul maut. Moral dan etika inilah yang dapat membantu pasien, sehingga pasien akan lebih sabar dalam mengahadapi sakit yang di deritanya.
Dalam banyak studi, dukungan sosial sering dihubungkan dengan kesehatan dan usia lanjut. Dan telah dibuktikan pula bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan. Pemebrian dukuangan sosial adalah prinsip pemberian asuhan. Perilaku petugas kesehatan dalam mengeksperikan dukungan meliputi :
1.      Menghimbau pasien agar Ridlo kepada qadha dan qadarnya-Nya serta berbaik sangka terhadap Allah Swt.
2.      Menghimbau pasien agar tidak boleh putus asa dari rahmat Allah Swt.
3.      Kembangkan empati kepada pasien.
4.      Bila diperlukan konsultasi dengan spesialis lain.
5.      Komunikasikan dengan keluarga pasien.
6.      Tumbuhkan harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu.
7.      Bantu bila ia butuh pertolongan.
8.      Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien
9.      Jika memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, baik hak Allah Swt (zakat, puasa, haji, dll) atau hak manusia (hutang, ghibah, dll). Hendaklah dipenuhi atau wasiat kepada kepada orang yang dapat memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib atas orang yang mempunyai tanggungan atau hak kepada orang lain.





2.6      Perawatan Jenazah
           Perawatan Jenazah merupakan perawatan pasien setelah meninggal dunia. Tujuannya adalah Membersihkan dan merapikan jenazah, Memberikan penghormatan terakhir kepada sesama insani, Memberi rasa puas kepada sesama insani.
          Persiapan alat yang digunakan untuk merawat jenazah antara lain :
a. Celemek
b. Verban/kassa gulung
c. Sarung tangan
d. Pinset
e. Gunting perbant
f. Bengkok 1
g. Baskom 2
h. Waslap 2
i. Kantong plastik kecil (tempat perhiasan)
j. Kartu identitas pasien
k. Kain kafan
l. Kapas lipat lembab dalam kom
m. Kassa berminyak dalam kom
n. Kapas lipat kering dalam kom
o. Kapas berminyak (baby oil) dalam kom
p. Kapas alkohol dalam kom
q. Bengkok lysol 2-3%
r. Ember bertutup 1




·         Prosedur kerjanya :

a.  Memberitahukan pada keluarga pasien
b.  Mempersiapkan peralatan dan dekatkan ke jenazah
c.  Mencuci tangan
d.  Memakai celemek
e.  Memakai hands scoon
f.  Melepas perhiasan dan benda – benda berharga lain diberikan kepada keluarga pasien (dimasukkan dalam kantong plastik kecil)
g.  Melepaskan peralatan invasif (selang, kateter, NGT tube dll)
h.  Membersihkan mata pasien dengan kassa, kemudian ditutup dengan kassa lembab
i.  Membersihkan bagian hidung dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
j.  Membersihkan bagian telinga dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
k.  Membersihkan bagian mulut dengan kassa
l.  Merapikan rambut jenazah dengan sisir
m.  Mengikat dagu dari bawah dagu sampai ke atas kepala dengan verban gulung
n.  Menurunkan selimut sampai ke bawah kaki






o.  Membuka pakaian bagian atas jenasah, taruh dalam ember
p.  Melipat tangan dan mengikat pada pergelangan tangan dengan verban gulung
q.  Membuka pakaian bagian bawah, taruh dalam ember
r.  Membersihkan genetalia dengan kassa kering dan waslap
s.  Membersihkan bagian anus dengan cara miringkan jenazah ke arah kiri dengan meminta bantuan keluarga
t.  Memasukkan kassa berminyak ke dalam anus jenasah
u.  Melepas stick laken dan perlak bersamaan dengan membentangkan kain kafan, lipat stick laken dan taruh dalam ember.
v.  Mengembalikan ke posisi semula
w.  Mengikat kaki di bagian lutut jenazah, pergelangan kaki, dan jari – jari jempol dengan menggunakan verban gulung.
x.  Mengikatkan identitas jenazah pada jempol kaki
y.  Membuka boven laken bersamaan dengan pemasangan kain kafan
z. Jenazah dirapikan dan dipindahkan ke brankart
å.  Alat – alat tenun dilepas dan dimasukkan ke dalam ember serta melipat kasur
ä.  Merapikan alat
ö.  Melepas hand scoon
aa.  Melepaskan celemek
bb.  Mencuci tangan












BAB III
PENUTUP
Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut (dying) oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Perawat atau Bidan memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien sakaratul maut dengan memperhatikan moral, etika serta menumbuhkan sikap empati dan caring kepada pasien. Penanganan pasien perlu dukungan semua pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu tindakan yang tepat dari perawat atau bidan.














DAFTAR PUSTAKA



·         www.google.com

·         uliyah musrifatul.Buku Ajar Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK) untuk pendidikan bidan.Surabaya,Health books,2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar