MENDAMPINGI PASIEN KRITIS
POKOK BAHASAN 8.1 :
I. MENDAMPINGI PASIEN YANG KRISIS
1.1. Definisi :
Pasien
krisis adalah perubahan dalm proses yang mengindikasikan hasilnya
sembuh atau mati, sedangkan dalam bahasa yunani artinya berubah atau
berpisah.
Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
Suatu perawatan intensif adalah perawatan yang menggabungkan teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam bidang perawatan dan kedokteran gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis. Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif.
Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
Suatu perawatan intensif adalah perawatan yang menggabungkan teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam bidang perawatan dan kedokteran gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis. Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif.
1.2. Prioritas pasien yang dikatakan kritis:
1. Pasien prioritas 1
Kelompok
ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan
perawatan inensif ,dengan bantuan alat – alat ventilasi ,monitoring, dan
obat – obatan vasoakif kontinyu dan lain – pain.misalnya pasien bedah
kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga derajat
hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.
2. Pasien prioritas 2
Pasien
ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini
beresiko sehingga memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif
menggunakan metoda seperti pulmonary arteri cateteter sangat
menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung,paru,ginjal, yang telah
mengalami pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas
macam terapi yang diterimanya.
3. Pasien prioritas 3
Pasien
jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan
sebelumnya,penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing
– masing atau kombinasinya,sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan
atau mendapat manfaat dari terapi icu.
contoh
– conoh pasien ini adalah pasien dengan keganasan metastasik disertai
penyulit infeksi pericardial tamponade,atau sumbatan jalan napas atau
pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi
penyakit akut berat.pasien – pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi
intensif untuk mengatasi penyakit akut berat.pasien – pasien prioritas 3
mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut,tetapi
usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi dan resusitasi
kardio pulmoner.
1.3. Tugas dan tanggung jawab perawat dalam penatalaksanaan pasien kritis
1. Tujuan Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
3. Monitoring ketat disertai kemampuan menginterprestasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
4. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan.
5. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
6. Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien.
1.4. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN KRITIS
1.4.1. Tujuan :
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah
terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitoring ketat disertai kemampuan menginterprestasikan setiap data
yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5. Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien.
1.4.2. Tugas dan tanggung jawab
1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten
2. Meghormati sesama sejawat dan tim lainnya.
3. Megintegrasikan
kemampuan ilmiah dan ketrampilan kusus serta diikuti oleh nilai etik
dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan.
POKOK BAHASAN 9.1 – 9.3 :
POKOK BAHASAN 9.1 – 9.3 :
1. MENDAMPINGI KLIEN YANG KEHILANGAN
2. MENDAMPINGI KLIEN YANG HAMPIR MENINGGAL
3. MERAWAT JENAZAH
POKOK BAHASAN I
MENDAMPINGI KLIEN YANG KEHILANGAN
I.1. PENGERTIAN KESEDIHAN
Kesedihan (grief)
adalah reaksi normal ketika mengalami kehilangan sesuatu atau seseorang
yang dicintai. (Davies, 1998). Kehilangan adalah suatu situasi yang
aktual maupun potensial yang dapat di alami individu ketika berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan atau
terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan..
Kesedihan yang berkenaan kepada seluruh perasaan yang menyakitkan
dihubungkan dengan kehilangan, termasuk perasaan sedih, marah, perasaan
bersalah, malu dan kegelisahan (Zeanah, 1989).
I.2. INTENSITAS DAN LAMANYA KESEDIHAN
Intensitas
dan lamanya respon kesedihan tergantung terhadap penyebab kesedihannya,
usia, agama dan kepercayaan, perubahan dan dibawa dari kesedihan.
Kemampuan mengalami kesedihan dan sistem dukungan yang diterima (Carter,
1990, Sander, 1985).
I.3. TAHAPAN KESEDIHAN
1. Menurut Bawbly dan Parks (1970), Davidson (1984)
a. Syok dan hilang rasa
Syok
dan hilang rasa dialami anda ketika mereka mengungkapkan perasaan
sangat tidak percaya, panic, tertekan atau marah. Pengalaman ini dapat
diinterupsikan oleh letupan emosi. Pengambilan keputusan sulit sulit
dilakukan pada saan ini dan fungsi normal menjadi terganggu.
Fase ini mendominasi selama 2 minggu pertama setelah kehilangan. Para anda mengatakan bahwa mereka berada dalam mimpi buruk dan bahwa mereka akan bangun dan segala sesuatunya akan menjadi baik.
Fase ini mendominasi selama 2 minggu pertama setelah kehilangan. Para anda mengatakan bahwa mereka berada dalam mimpi buruk dan bahwa mereka akan bangun dan segala sesuatunya akan menjadi baik.
b. Mencari dan merindukan
Dapat
diidentifikasikan sebagai perasaan gelisah, marah, bersalah dan mendua
(ambiguitas). Dimensi ini merupakan suatu kerinduan akan sesuatu yang
dapat terjadi dan merupakan proses pencarian jawaban mengapa kehilangan
terjadi.
Fase
ini terjadi saat kehilangan terjadi dan memuncak 2 minggu sampai 4
bulan setelah kehilangan. Mereka terpaku pada pikiran apa yang terjadi,
apa yang telah mereka lakukan dan belum lakukan sehingga kejadian yang
mengerikan itu terjadi.
c. Disorganisasi
Diidentifikasi
saat individu berkabung mulai berbalik, dan menguji apa yang nyata
menjadi sadar terhadap realitas kehilangan. Perasaan tertekan, sulit
konsentrasi pada pekerjaan dan penyelesaian masalah dan perasaan bahwa
ia merasa tidak nyaman. Dengan kondisi fisik dan emosinya muncul.
Fase
ini memuncak sekitar 5 sampai sembilan bulan dan secara perlahan
menghilang. Banyak anda merasa bahwa mereka tidak akan pernah keluar
dari rasa kehilangan, bahwa mereka kehilangan pikiran mereka dan merasa
nyeri secara fisik.
d. Reorganisasi
Terjadi
bila individu yang berduka dapat berfungsi dirumah dan ditempat kerja
dengan lebih baik disertai peningkatan harga diri dan rasa percaya diri.
Individu yang berduka memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan
baru dan menempatkan kehilangan tersebut dalam perspektif.
Reorganisasi
mulai memuncak setelah setahun pertama yakni saat anda mulai
melanjutkan hidupnya. Keluarga mengataka bahwa mereka tidak akan pernah
melupakan yang telah meninggal tetapi mereka akan memulai kembali
kehidupan mereka.
2. Engel”s Theory
Menurut Engel proses berduka (kehilangan) mempunyai beberapa fase:
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang
menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas
atau pergi tanpa tujuan. Mencoba untuk membutakan perasaan, mungkin
karena orang tersebut tidak menyadari implikasi dari kehilangan.
Biasanya seseorang bisa menerima secara intelektual tetapi menolak
secara emosional. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaphoresis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan
kelelahan.
b. Fase II (Berkembangnya kesadaran)
Seseorang
mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami
putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. Menyalahkan diri sediri dan menangis
adalah cara yang tipikal sebagai individu yang terikat dengan
kehilangan.
c. Fase III (Restitusi/resolving the loss)
Berusaha
mencoba untuk sepakat atau berdamai dengan perasaan yang hampa/kosong,
karena kehilangan. Masih tetap tidak bisa menerima perhatianyang baru
dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang
d. Fase IV
Menciptakan
kesan orang meninggal yang hampir tidak memiliki harapan dimasa yang
akan dating. Menekan seluruh perasaan yang negatif.
e. Fase V
Kehilangan
yang tidak dapat dihindari harus mulai disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah bisa menerima kondisinya.
3. Teori Kubler-Ross
a. Pengingkaran (denial)
Tahapan
kesedihan ini dapat berakhir beberapa detik, menit atai beberapa hari
dan muncul sebagai bentuk pertahanan diri. Seseorang bertindak
seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan mungkin menolak untuk percaya
bahwa sebuah kehilangan benar-benar terjadi.
Implikasi
asuhan yang harus diberikan adalah dengan memberikan support secara
verbal, berikan waktu kepada mereka untuk menyadari apa yang sebenarnya
terjadi.
b. Tahap marah (anger)
Tahap
reaksi marah membawanya pada pertanyaan ’Why me’ dan ini adalah tahap
dimana biasanya perasaan-perasaan emosi bebas diekspresikan. Pada tahap
ini individu menolak kehilangan. Individu akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung. Misal dalam kasus lahir mati dan kematian
neonatal ayah si bayi biasanya terlebih dahulu langsung marah kepada
dokter, tuhan bahkan kepada istrinya. Si ibu biasanya meresponnya dengan
menangis. Pada kenyataannya walaupun dia tidak melakukan dengan hal
yang serupa tapi si ibu masih tetap menyangkal kematian bayinya dan
berduka cita. Tangisannya mengisyaratkan sebagai ’tangisan panggilan’
(Bowly, 1980) menunjukkan kesungguhannya menginginkan bayinya kembali.
Asuhan yang diberikan dengan membantu untuk mengerti bahwa marah adalah sesuatu respon normal terhadap perasaan kehilangan, hindari menarik diri dan membalas dengan marah dan izinkan klien mengekspresikan kemarahannya sepuas mungkin dibawah pengawasan agar tidak membahayakan dirinya maupun orang lain.
Asuhan yang diberikan dengan membantu untuk mengerti bahwa marah adalah sesuatu respon normal terhadap perasaan kehilangan, hindari menarik diri dan membalas dengan marah dan izinkan klien mengekspresikan kemarahannya sepuas mungkin dibawah pengawasan agar tidak membahayakan dirinya maupun orang lain.
c. Tahap penawaran (bargaining)
Tahap
ini mungkin merupakan fase yang pendek dan tidak diekspresikan secara
verbal. Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan
terjadinya kehilangan. Ibu yang bersedih akan ’berunding’ dengan Tuhan
berjanji bahwa ia akan mendedikasikan bayinya hanya kepada-Nya dengan
harapan Tuhan akan mengembalikan anaknya.
Dengarkan dengan penuh perhatian pada apa yang pasangan sampaikan dan mendorong pasangan untuk berbicara karena dengan melakukan hal tersebut akan membantu mengurangi rasa bersalah dan perasaan takut yang mereka rasakan.
Dengarkan dengan penuh perhatian pada apa yang pasangan sampaikan dan mendorong pasangan untuk berbicara karena dengan melakukan hal tersebut akan membantu mengurangi rasa bersalah dan perasaan takut yang mereka rasakan.
d. Tahap depresi (depression)
Tahap
depresi dapat menyusul sebagai bentuk kegagalan dalam tahapan
’berunding’, tahapan kemarahan dan bahkan dapat kembali pada periode
penolakan. Seseorang sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputus asaannya, rasa tidak berharga bahkan bisa muncul keinginan untuk
bunuh diri. Misal pada wanita yang mengalami keguguran, lahir mati, dan
kematian neonatal mengakibatkan timbulnya perasaan kehilangan
statusnya, rendah diri, tidak kuat dan perasaan bersalah atas
kegagalannya sebagai istri yang baik.
Pada
tahapan ini biarkan pasangan mengekspresikan kesedihannya dan dalam hal
ini komunikasi non verbal dengan duduk yang tenang disampingnya,
memberikan suasana yang tenang tanpa mengharapkan adanya suatu
percakapan yang berarti bahkan sentuhan. Berikan penertian pada keluarga
bahwa sangat penting pasangan berada dalam kesendirian untuk sementara
waktu.
e. Tahap penerimaan (Acceptance)
Pada
tahap ini anda yang kehilangan mulai dapat menerima kenyataan, kasih
sayangnya pada individu yang hilang mulai luntur dan emosinya
berangsur-angsur mulai berkurang pada anak yang hilang, kekuatan untuk
menikmati hidup kembali dan sedang menerima ucapan duka cita orang lain
untuk membantu memulihkan perasaan kehilangan membutuhkan kerja keras
untuk melewatinya untuk dicapai dengan baik pengaruh psikologis yang
positif.
Dalam tahap ini, dukung dan bantu pasangan untuk berpartisipasi aktif dalam program pemulihan.
I.4. TIPE KESEDIHAN
Tipe kesedihan menurut nanda :
1. Berduka Antisipasi
Suatu
status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan
yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
obyek/ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan (tipe ini
masih dalam batas normal)
2. Berduka disfungsional
Suatu
status yang merupakan pengalaman individu yang responnya di
besar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, obyek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang menjurus
ketipikal, abnormal.
Kesedihan adalan respon individu saat kehilangan (Corr, Nabe, and Corr, 1996). Kesedihan merupakan manivestasi di bawah ini :
Kesedihan adalan respon individu saat kehilangan (Corr, Nabe, and Corr, 1996). Kesedihan merupakan manivestasi di bawah ini :
1. Perasaan
adalah
sedih, marah, perasaan bersalah, mencela diri sendiri, putus asa,
kesepian, letih, kehilangan bantuan, syok, kerinduan, mati rasa.
2. Sensasi fisik
adalah kekosongan pada usus, sesak pada dada/susah menelan, kehilangan energi, kelelahan, mulut kering, kehilangan koordinasi.
3. Pilihan kognitif
adalah kehilangan kepercayaan, bingung, terlalu asyik dengan diri sendiri, pencarian paranormal.
4. Perubahan tingkah laku
adalah
susah tidur, kehilangan semangat pada aktivitas yang biasa yang membuat
dirinya merasa nyaman, bermimpi tentang kematian, menangis, tidak bias
istirahat.
5. Kesulitan dalam bersosialisasi
adalah masalah dalam menjalin relasi atau fungsi social.
6. Pencarian spiritual
adalah mencari sensasi dari arti, marahpada Tuhan
(Worden, 1991, as quoted in Corr, Nahe and Corr, 1996)
I.5. JENIS-JENIS KEHILANGAN
1. Kehilangan obyek eksterna
Kehilangan
obyek/kehilangan milik sendiri/bersama-sama misalnya kecurian
(perhiasan, uang, perabot rumah) atau kehancuran akibat bencana alam.
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Bisa
diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat di kenal
termasuk dari latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau
bergantian secara permanen, misalnya berpindah rumah, dirawat di rumah
sakit atau berpindah pekerjaan.
3. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
Kehilangan
yang sangat bermakna/orang yang sangat berarti adalah salah satu
kehilangan yang sangat membuat stress, misalnya pekerjaan, kepergian
anggota keluarga atau teman dekat, orang yang dipercaya atau binatang
peliharaan, perceraian.
4. Kehilangan suatu aspek diri
Kehilangan diri atau anggapan mental seseorang, misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik
5. Kehilangan hidup
Dimana
seseorang mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya sampai pada kematian yang sesungguhnya,
misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat atau diri sendiri atau
orang yang hidup sendirian dan sudah menderita penyakit terminal sekian
lama dan kematian merupakan pembebasan dari penderitaan.
I.6. TANDA DAN GEJALA BERDUKA
1. Efek fisik
Kelelahan,
kehilangan selera, masalah tidur, lemah, berat badan menurun, sakit
kepala, pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat
badan.
2. Efek emosi
Mengingkari,
bersalah , marah, kebencian, depresi, kesedihan, perasaan gagal, sulit
untuk berkonsentrasi, gagal dan menerima kenyataan , iritabilita,
perhatian terhadap orang yang meninggal
3. Efek social
a. menarik diri dari lingkungan
b. isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.
I.7. TUGAS INDIVIDU YANG BERDUKA
Worden
(1991) mengidentifikasi empat tahap tugas individu yang berduka. Wanita
dan keluarga yang beradaptasi terhadap kehilangan seseorang yang
dikasihi harus memenuhi tugas-tugas berikut
1. Menerima realita kehilangan
Terjadi
bila wanita dan keluarganya datang untuk menghadapi realitas kehilangan
seseorang telah meninggal dan hidup mereka berubah. Melihat, memeluk,
menyentuh dan mengingat adalah cara yang digunakan individu yang berduka
untuk dapat memastikan kematian seseorang. Adalah penting bagi wanita
dan keluarganya untuk menceritakan kisah mereka tentang peristiwa dan
pengalaman serta perasaan kehilangan sehingga secara kognitif dan
emosional mereka menerima bahwa seseorang yang mereka kasihi telah
meninggal.
2. Menerima sakitnya rasa duka
Ini
mengandung makna individu yang berduka harus merasakan dan
mengungkapkan emosi berduka yang sangat. Anda atau keluarga merasakan
sakitnya berduka dengan intensitas yang berbeda-beda, tetapi kematian
biasanya dirasakan sebagai pengalaman berduka yang menyakitkan oleh
setiap orang.
Masyarakat
secara umum cenderung meminimalkan kematian seseorang karena tidak
memiliki hubungan sosial yang nyata atau kedekatan dengan orang yang
meninggal tersebut.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan
Upaya
penyesuaian diri dengan tempaan lingkungan setelah menjalani suatu
kehilangan berarti belajar mengakomodasi perubahan akibat kehilangan.
Seiring perjalanan waktu individu yang mengalami proses berduka memiliki kesempatan untuk mengubah pandangan mereka tentang bagaimana peristiwa kehilangan tersebut mempengaruhi hidup mereka. Hal ini bukan berarti mereka telah melupakan seseorang yang telah meninggalkannya, tetapi dengan berlalu minggu dan bulan mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan perspektif yang baru. Melanjutkan perasaan yang berbeda dan berbagai cara untuk mengatasi masalah mereka.
Seiring perjalanan waktu individu yang mengalami proses berduka memiliki kesempatan untuk mengubah pandangan mereka tentang bagaimana peristiwa kehilangan tersebut mempengaruhi hidup mereka. Hal ini bukan berarti mereka telah melupakan seseorang yang telah meninggalkannya, tetapi dengan berlalu minggu dan bulan mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan perspektif yang baru. Melanjutkan perasaan yang berbeda dan berbagai cara untuk mengatasi masalah mereka.
4. Kehidupan atau reorganisasi
Melanjutkan
hidup atau reorganisi berarti mencintai dan hidup kembali. Orang yang
ditinggalkan mulai lebih dapat menikmati hal-hal yang memberikan
kesenangan, dapat memelihara diri sendiri dan orang lain, mengembangkan
minat-minat baru dan menetapkan kembali seluruh hubungan merupakan
ciri-ciri tugas ini.
I.8. DAMPAK KEHILANGAN
1. Pada
masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang,
kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan
atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja, kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam keluarga
3. Pada
masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup, dapat
menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang
yang ditinggalkan.
I.9. FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MENYERTAI KEHILANGAN (BERDUKA)
Menurut martocchio faktor – faktor resiko yang menyertai kehilangan (berduka) meliputi :
1. Status sosial ekonomi yang rendah
2. Kesehatan yang buruk
3. Kematian yang tiba-tiba atau sakit yang mendadak
4. Merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai
5. Kurangnya dukungan dari kepercayaan keagamaan
6. Kurangnya dukungan dari keluarga atau seseorang yang tidak dapat menghadapi ekspresi berduka
7. Kecenderungan
yang kuat tentang keteguhan pada seseorang sebelum kematian atau
kehidupan setelah mati dari seseorang yang sudah mati.
8. Reaksi yang kuat tentang distress, kemarahan dan mencela diri sendiri.
I.10. PROSES KEHILANGAN (SPORKEN DAN MICHELS)
1. Ketidaktahuan
Tidak
adanya kejelasan bagi seorang klien bahwa akhir kehidupannya sudan
semakin dekat. Selain itu ketidaktahuan tentang prognosa penyakit dan
juga seberapa berat penyakitnya.
2. Ketidakpastian
Suatu
kondisi dimana individu tidak mendapatkan gambaran yang jelas tentang
bagaimana masalahnya. Individu akan mencoba mencari-cari alasan supaya
masalah tersebut segera berakhir.
3. Penyangkalan
Sebagai
salah satu upaya pertahanan diri, akibat ketidakmampuan seseorang untuk
menerima situasi yang harus dihadapinya, seolah-olah sama sekali tidak
mengerti.
4. Perlawanan
Merupakan
akibat logis dari fase sebelumnya dan mulai mengembangkan kesadaran
bahwa ajal sudah dekat. Wujud fase ini adalah dengan agresi dan biasanya
disebut juga fase yang penuh kemarahan dan agresi.
5. Penyelesaian
Bila
individu merasakan ketidakbergunaan penyangkalan dan kemarahan maka ia
akan merundingkan penyelesaian dengan orang-orang yang memiliki pengaruh
dengannya.
6. Depresi
Individu akan mengalami kesedihan yang amt dalam, kesendirian dan ketakutan.
7. Penerimaan
Tidak
setiap individu mampu mencapainya. Respon yang diperlihatkan adalah
sikap yang tenang, karena ia sadar bahwa ia akan dapat mengatasi
masalahnya.
I.11. MEMBANTU PASIEN YANG HAMPIR MENINGGAL
Sakaratul maut (dying)
merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki
berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian (death)
merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta
hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan
terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru
secara menetap. Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih kearah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari hidup.
I.12. DISKRIPSI RENTANG POLA HIDUP SAMPAI MENJELANG KEMATIAN
Menurut Martocchio dan Default mendiskripsikan rentang pola hidup sampai menjelang kematian sebagai berikut :
1. Pola puncak dan lembah
Pola
ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan
periode krisis (lemah). Pada kodisi puncak, pasien benar-benar merasakan
harapan yang tinggi/besar. Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa
sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa menimbulkan depresi.
2. Pola dataran yang turun
Karakteristik
dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus
bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode
kesehatan yang stabil serta berlangsung pada waktu yang tidak bisa
dipastikan.
3. Pola tebing yang menurun
Karakteristik
dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan kondisi yang
menetap/stabil, yang menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi
penurunan ini dapat diramalkan dalam waktu yang bisa diperkirakan baik
dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di unit khusus
(ICU)
4. Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik
dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak
teramati sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.
I.13. PERKEMBANGAN PERSEPSI TENTANG KEMATIAN
1. Bayi - 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer
2. 5-9 tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari
3. 9-12 tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar