BAB
1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Salah satu penyebab kecacatan adalah karena informasi upaya
pola hidup sehat, pengobatan atau anjuran berolah raga atau tidak merokok dan
kebiasaan buruk lainya untuk mencegah atau mengurangi resiko kematian karena
suatu penyakit banyak dianjurkan pada saat yang sudah terlambat. Peranan
primary care di Puskesmas atau pada dokter-dokter dan tenaga medis lainnya
biasanya terlambat karena kebiasaan penduduk di negara berkembang berkunjung ke
fasilitas kesehatan adalah pada saat sudah menderita sakit, bukan untuk tetap
hidup sehat sejak saat yang sangat dini, misalnya dalam menyiapkan kehidupan
berumah tangga, kawin, mengandung dan kemudian mempunyai anak yang pertama.
Pemeliharaan ibu mengandung dengan persiapan-persiapan awal dan pemeliharaan
semasa kehamilan belum menjadi bagian dari primary care yang komprehensif dan
dengan magnitute yang tinggi. Akibatnya begitu mulai mengakses Puskesmas
keadaan sudah lebih berat dan seseorang tidak dapat diselamatkan lagi.
Begitu
pula dengan Proses pemberdayaan secara dini pada penduduk umumnya masih sangat
terbatas. Padahal rehabilitasi medik bisa dimulai dari saat yang sangat dini.
2.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana cara-cara dalam rangka melakukan
pembatasan kecacatan
b.
Bagaimana peran bidan dalam
melakukan pendampingan pasien dalam melakukan rujukan pada tenaga
kesehatan yang lebih canggih?
3.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui apa saja cara yang
dapat dilakukan dalam melakukan pembatasan kecacatan.
a.
Untuk mengetahui bagaimana peran
bidan dalam melakukan pendampingan pasien dalam melakukan rujukan pada tenaga
kesehatan yang lebih canggih.
BAB II
LANDASAN TEORI
Promosi kesehatan
berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu health promotion. Sesungguhnya,
penerjemahan kata health promotion atau tepatnya promotion of health kedalam bahasa
Indonesia pertama kali dilakukan ketika para ahli kesehatan masyarakat di
Indonesia menerjemahkan lima tingkatan pencegahan (five levels of prepention)
dari H.R.Leavell dan E. G. Clark dalam buku preventive medicine for the doctor
in his community. Menurut leavell dan clark (1965), dari sudut pandang
kesehatan masyarakat, terdapat 5 tingkat pencegahan terhadap penyakit, yaitu : 1.promotion
of healt 2.specifik protection 3.early diagnosis and prompt
treatment 4.limitation of disability dan 5.rehablitation.
Riwayat alamiah suatu penyakit dapat digolongkan dalam 5
tahap :
1. Pre Patogenesis
Tahap
ini telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit, tetapi
interaksi ini terjadi di luar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada
di luar tubuh manusia dan belum masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan
ini belum ditemukan adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh penjamu
masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
2. Tahap inkubasi (sudah masuk
Patogenesis)
Pada tahap ini biit penyakit masuk ke tubuh penjamu,
tetapi gejala-gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa
inkubasi yang berbeda. Kolera 1-2 hari, yang bersifat menahun misalnya kanker
paru, AIDS dll.
3. Tahap penyakit dini
Tahap
ini mulai dihitung dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini
penjamu sudah jatuh sakit tetapi masih ringan dan masih bisa melakukan
aktifitas sehari-hari. Bila penyakit segera diobati,
mungkin bisa sembuh, tetapi jika tidak, bisa bertambah parah. Hal ini terganting
daya tahan tubuh manusia itu sendiri, seperti gizi, istirahat dan perawatan
yang baik di rumah (self care).
4. Tahap penyakit lanjut
Bila penyakit penjamu bertambah parah, karena tidak
diobati/tidak tertur/tidak memperhatikan anjuran-anjuran yang diberikan pada
penyakit dini, maka penyakit masuk pada tahap lanjut. Penjamu terlihat tak
berdaya dan tak sanggup lagi melakukan aktifitas. Tahap ini penjamu memerlukan
perawatan dan pengobatan yang intensif.
5. Tahap penyakit akhir
Tahap akhir dibagi menjadi 5 keadaan :
a. Sembuh sempurna (bentuk dan fungsi
tubuh penjamu kembali berfungsi seperti keadaan sebelumnya/bebeas dari
penyakit)
b. Sembuh tapi cacat ; penyakit penjamu
berakhir/bebas dari penyakit, tapi kesembuhannya tak sempurna, karena terjadi cacat
(fisik, mental maupun sosial) dan sangat tergantung dari serangan penyakit
terhadap organ-organ tubuh penjamu.
c. Karier : pada karier
perjalanan penyakit seolah terhenti, karena gejala penyakit tak tampak lagi,
tetapi dalam tubuh penjamu masih terdapat bibit penyakit, yang pada suatu saat
bila daya tahan tubuh penjamu menurun akan dapat kembuh kembali. Keadaan ini
tak hanya membahayakan penjamu sendiri, tapi dapat berbahaya terhadap orang
lain/masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan penyakit (human
reservoir)
d. Kronis ; pada tahap ini perjalanan
penyakit tampak terhenti, tapi gejala-gejala penyakit tidak berubah. Dengan
kata lain tidak bertambah berat maupun ringan. Keadaan ini penjamu masih tetap
berada dalam keadaan sakit.
e. Meninggal ; Apabila keadaan penyakit bertambah parah dan
tak dapat diobati lagi, sehingga berhentinya perjalanan penyakit karena penjamu
meninggal dunia. Keadaan
ini bukanlah keadaan yang diinginkan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Disability Limitation
Suatu tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan dalam taraf penyakit sudah nyata dan lanjut. Disability Limitation atau pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan berfikir dan bekerja yang diakibatkan suatu masalah kesehatan dan penyakit. Usaha ini merupakan lanjutan dari usah early diagnosis and promotif treatment yaitu dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh kembali dan tidak cacat ( tidak terjadi komplikasi ). Bila sudah terjadi kecacatan maka dicegah agar kecacatan tersebut tidak bertambah berat dan fungsi dari alat tubuh yang cacat ini dipertahankan semaksimal mungkin.
2.2 Tujuan dari disability limitation:
a.
penyakit yang diderita tidak tambah parah lagi
b. penderita tidak meninggal dunia,
c. penderita
tidak cacat yang menetap
d. penyakit
yang diderita tidak menjadi penyakit yang menaun (tahunan)
2.3
Upaya dalam melakukan disability limitation
Berbagai
cara dalam melakukan Disability Limitation atau pembatasan kecacatan
diantaranya adalah:
a.
Pembatasan
kecacatan (dissability limitation)
b.
Pengobatan
atau melakukan terapi yang akurat
c.
Pencegahan/penekanan terhadap
komplikasi dan kecacatan.
Pengadaan dan peningkatan fasilitas
kesehatan dengan melakukan pemerikasaan lanjut yang lebih akurat seperti
pemeriksaan laboratorium dan pemerikasaan penunjang lainnya agar penderita
dapat sembuh dengan baik dan sempurna tanpa ada komplikasi lanjut. Serta sejak
dini semua kekuatan pembangunan harus dilibatkan dalam upaya mengembangkan pola
hidup sehat sejahtera, disamping harus ada penanganan yang sangat profesional
pada mereka yang terkena suatu penyakit, strategi yang dikembangkan di
Indonesia, terutama karena masyarakat yang awam dan sangat rendah kesadarannya
dalam bidang kesehatan, harus secara jelas dan tegas bersifat komprehensif.
Untuk mengembangkan strategi dengan target-target yang jelas dan terarah perlu
dilakukan penelitian epidemiologi suatu penyakit yang benar dan tepat.
d.
Penyempurnaan
pengobatan agar tidak terjadi komplikasi \
Masyarakat
diharapkan mendapatkan pengobatan yang tepat dan benar oleh tenaga kesehatan
agar penyakit yang dideritanya tidak mengalami komplikasi. Selain itu untuk
mencegah terjadinya komplikasi maka penderita yang dalam tahap pemulihan,
dianjurkan untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan secara rutin untuk melakukan
pemeriksaan rutin agar penderita sembuh secara sempurna.
Mencari
penderita di dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan misalnya pemeriksan
darah, rontgen, paru-paru dsb, serta
memberikan pengobatan
e. Mencari semua orang yang telah berhubungan
dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar bila
penyakitnya timbul dapat diberikan segera pengobatan dan tindakan-tindakan yang
lain misalnya isolasi, desinfeksi, dsb.
f.
Pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar mereka dapat mengenal gejala
penyakit pada tingkat awal dan segera mencari pengobatan. Masyarakat perlu
menyadari bahwa berhasil atau tidaknya usaha pengobatan, tidak hanya tergantung
pada baiknya jenis obat serta keahlian tenaga kesehatnnya, melainkan juga
tergantung pada kapan pengobatan itu diberikan. Pengobatan yang terlambat akan
menyebabkan usaha penyembuhan menjadi lebih sulit, bahkan mungkin tidak dapat
sembuh lagi misalnya pengobatan kanker (neoplasma) yang terlambat.
Kemungkinan kecacatan terjadi lebih besar penderitaan si sakit menjadi lebih
lama, biaya untuk pengobatan dan perawatan menjadi lebih besar.
2.4
Peran(upaya) bidan dalam pembatasan kecacatan:
1.
Memberikan
pelayanan kesehatan secara profesional dan sesuai dengan wewenang bidan,denngan
memenuhi semua hak-hak pasien.
2.
Melakukan
pendampingan pada pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara
sempurna,baik dalam hal yang masih wewenang bidan ataupun dalam melakukan
rujukan ketempat-tempat pelayanan kesehatan yang lebih canggih(rumah sakit yang
mampu mengatasi penyakit pasien secara tuntas dan sempurna).
3.
Memberikan
pendidikan kesehatan untuk masyarakat sejak dini(preventive
2.5. CONTOH
Salah
satu contoh dari disability limitation ini adalah apabila seorang terserang
penyakit meningitis dan sakitnya sudah lama diderita dan salah satu
pengobatannya adalah dengan terapi agar penderita penyakit meningitis ini tidak
cacat yang menetap.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Upaya pembatasan kecacatan bertujuan untuk membatasi
kecacatan denngan memberikan pendidikan pada masyarakat untuk mengobatkan
seluruh penyakitnya secara tuntas,serta menuntut tenaga kesehatan agar
melakukan tugasnya secara professional dan sempurna sehingga mencapai tingkat
kepuasan pasien semaksimal mungkin.
4.2
Saran
1. Untuk semua tenaga kesehatan agar
memperhatikan hak-hak yang seharusnya didapatkan pasien
2. Untuk bidan agar senantiasa
memberikan pendidikan kesehatan sejak dini agar tidak timbul hal-hal buruk yang
tidak diinginkan pasien(kecacatan)
DAFTAR
PUSTAKA
http://arviant.web.ugm.ac.id/content/Epidemiologi%20dasar.pdf
Effendy, Nasrul. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat, edisi 2.
Jakarta : EGC, 1998.
Chandra,
Budiman. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta ; EGC, 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar