KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
mana telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan bertemakan : “PERSAMAAN
dan PERBEDAAN ISI WEWENANG BIDAN pada PERMENKES NO.1464 TA.2010 dengan
KEPMENKES NO.900 TA.2002 SERTA ANALISIS KASUS MALPRAKTIK BIDAN”.
Makalah
ini penulis susun dengan maksud untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
KONSEP KEBIDANAN II pada tahun ajaran 2011/2012.
Dalam
penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak
yang telah membantu, khususnya kepada dosen pembimbing dan orang tua serta
kepada seluruh anggota kelompok atas kerjasamanya yang kompak dalam
menyelesaikan tugas ini dan kepada pihak-pihak lain yang turut memberikan
dukungan demi terselesainya makalah ini.
Penulis
menyadari, masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan penyusunan makalah ini dikemudian hari.
Demikianlah
kiranya, dan sebagai harapan penulis semoga makalah ini dapat membawa manfaat
dan menambah pengetahuan bagi seluruh pihak yang membaca, atas perhatian ibu,
penulis ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum
wr.wb
Surabaya, 07 Maret 2012
Tertanda,
(penulis)
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang.................................................................................................... 1
1.2.Tujuan
Penulisan................................................................................................ 2
1.3.Perumusan
Masalah............................................................................................ 2
1.4.Metode
Penulisan............................................................................................... 3
1.5.Sistematika
Penulisan......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Persamaan Isi Wewenang Bidan Pada PERMENKES
No.1464 Ta.2010 dengan KEPMENKES No.900 Ta.2002……………………………………...
2.2.Perbedaan Isi Wewenang Bidan Pada PERMENKES
No.1464 Ta.2010 dengan KEPMENKES No.900 Ta.2002……………………………………...
2.3.Contoh Kasus Malpraktik Bidan……………………………………………...
2.4.Analisa Kasus Malpraktik Bidan……………………………………………..
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan........................................................................................................ 11
3.2.Saran.................................................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................................
13
LAMPIRAN……………………………………………………………………………….
LAMPIRAN 1
: Isi Wewenang Bidan pada PERMENKES No.1464 Ta.2010………
LAMPIRAN 2 : Isi Wewenang Bidan pada KEPMENKES
No.900 Ta.2002……….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sebagai calon bidan yang ahli dan
professional dalam melayani klien, sudah menjadi suatu kewajiban kita untuk mengetahui
lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita lakukan dan wewenang yang
seharusnya ditangani oleh seorang spog sehingga kita harus meninjau agar tindakan
kita tidak menyalahi PERMENKES yang
berlaku. Dan untuk menambah pemahaman kita maka tidak ada salahnya jika kita
membandingkan peraturan yang berlaku sekarang tentang kewenangan bidan dengan
peraturan yang lama.
Akhir-akhir ini sering kita menemukan
dalam pemberitaan media massa adanya peningkatan dugaan kasus malpraktek dan
kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan
diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak
memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana)
kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit
yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan
malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada yang
mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah
sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu diketahui
dengan sangat, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang
standar profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi.
Melihat fenomena di atas, maka kami
melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu kasus malpraktik di
Indonesia.
1.2.Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini, yaitu :
1. Sebagai syarat untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh dosen mata kuliah Konsep Kebidanan II
2. Untuk mengetahui dan memahami isi
wewenang bidan dari Permenkes dan Kepmenkes serta mengetahui persamaan dan
perbedaannya
3. Mengaplikasikan isi wewenang bidan dalam
kehidupan bermasyarakat
4. Memahami batas wewenang bidan dalam
memberikan pelayanan
5. Mengetahui pasal mana yang dilanggar
oleh bidan jika melakukan malpraktik atau kelalaian
6. Mengambil pelajaran dari kasus-kasus
malpraktik bidan sehingga di kehidupan bermasyarakat nantinya kita tidak
melakukan hal yang sama dan menjadi peringatan agar kita selalu berhati-hati
dalam memberikan pelayanan
1.3.Perumusan Masalah
Sehubungan
dengan latar belakang masalah diatas, masalah yang dibahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Persamaan
Isi Wewenang Bidan Pada PERMENKES No.1464 Ta.2010 dengan KEPMENKES No.900
Ta.2002
2.
Perbedaan
Isi Wewenang Bidan Pada PERMENKES No.1464 Ta.2010 dengan KEPMENKES No.900
Ta.2002
3.
Contoh
Kasus Malpraktik Bidan
4.
Analisa
Kasus Malpraktik Bidan
1.4.Metode Penulisan
Makalah ini dibuat dengan menggunakan
metode kepustakan dan informasi yang berhubungan dengan peristiwa tersebut di
atas. Metode kepustakaan ini dilakukan dengan
pencarian informasi melalui berbagai sumber seperti buku-buku dan
internet yang relevan.
1.5.Sistematika Penulisan
Penulis menyusun makalah ini
dengan sistematika penulisan yang tersusun atas pendahuluan, yang terdiri dari
latar belakang, tujuan penulisan, perumusan masalah, metode penulisan dan
sistematika penulisan. Dilanjutkan dengan pembahasan yang terdiri dari beberapa
masalah pokok, yaitu : 1).Persamaan Isi Wewenang Bidan Pada PERMENKES No.1464
Ta.2010 dengan KEPMENKES No.900 Ta.2002, 2).Perbedaan Isi Wewenang Bidan Pada
PERMENKES No.1464 Ta.2010 dengan KEPMENKES No.900 Ta.2002, 3).Contoh Kasus
Malpraktik Bidan, 4).Analisa Kasus Malpraktik Bidan. Setelah itu, penutup yang
terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Persamaan Isi Wewenang Bidan Pada
PERMENKES No.1464 Ta.2010 dengan KEPMENKES No.900 Ta.2002
PERSAMAAN ISI WEWENANG
|
||||
NO
|
PERMENKES No.1464 Ta.2010
|
PASAL
|
KEPMENKES No.900 Ta.2002
|
PASAL
|
1.
|
Pelayanan kebidanan pada wanita, meliputi masa
pranikah, pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui
dan masa antara dua kehamilan
|
10 ayat 1
|
Pelayanan kebidanan pada wanita, meliputi masa pranikah
termasuk remaja putri, pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
masa menyusui dan masa antara dua kehamilan
|
15 ayat 2
|
2.
|
Pelayanan kesehatan anak meliputi pada masa bayi
(khususnya BBL) balita dan anak pra sekolah
|
11 ayat 1
|
Pelayanan kesehatan anak meliputi pada masa bayi
(khususnya BBL) balita dan anak pra sekolah
|
15 ayat 3
|
3.
|
Bidan
berwenang memberikan surat keterangan kelahiran dan kematian
|
11
ayat 2(g), 2(h)
|
Bidan berwenang memberikan surat keterangan kelahiran
dan kematian
|
18 (t)
|
4.
|
Jika tidak ada dokter, bidan dapat memberikan pelayanan
di luar kewenangan
|
14 ayat 1
|
Jika tidak ada dokter, bidan dapat memberikan pelayanan
di luar kewenangan
|
17
|
5.
|
Bidan mempunyai wewenang dalam pelayanan kebidanan
komunitas, melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan IMS,
penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA)
|
13 ayat 1(f,g,h)
|
Bidan mempunyai wewenang melaksanakan deteksi dini,
merujuk dan memberikan penyuluhan IMS, penyalahgunaan Narkotika Psikotropika
dan zat adiktif lainnya (NAPZA)
|
20
|
6.
|
Bidan berwenang memberikan alat kontrasepsi berupa
suntikan,AKDR, pemberian pelayanan alat kontrasepsi dalam kulit
Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
|
13 ayat 1(a)
12 (b)
|
Bidan
mempunyai wewenang memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan
AKDR, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom
|
19
|
7.
|
Pelayanan kesehatan kepada anak meliputi :
Pemberian imunisasi dan penyuluhan
|
11 (d),(f)
|
Pelayanan kesehatan kepada anak meliputi :
Pemberian imunisasi dan penyuluhan
|
16 ayat 2 (f),(g)
|
8.
|
Bidan memberikan pelayanan kebidanan kesehatan ibu dan
anak, KB, kesehatan masyarakat
|
14
|
Bidan memberikan pelayanan meliputi kesehatan ibudan
anak,kesehatan reproduksi dan KB
|
9
|
9.
|
Bidan
boleh melakukan episiotomy dan penjahitan luka sampai kala II
|
3
(a),(b)
|
Bidan
boleh melakukan episiotomy dan penjahitan luka sampai kala II
|
18
(f),(g)
|
10.
|
Pelayanan
antenatal pada kehamilan normal dan persalinan serta nifas normal
|
10
ayat 2 (b),(c),(d)
|
Pelayanan
antenatal pada kehamilan normal dan persalinan serta nifas normal
|
16
ayat 1 (c),(e),(g)
|
Dan
masih banyak lagi persamaannya
|
2.2.Perbedaan Isi Wewenang Bidan Pada
PERMENKES No.1464 Ta.2010 dengan KEPMENKES No.900 Ta.2002
PERBEDAAN ISI WEWENANG
|
||||
NO
|
PERMENKES No.1464 Ta.2010
|
PASAL
|
KEPMENKES No.900 Ta.2002
|
PASAL
|
1.
|
Mengutamakan pelayanan anak lebih luas mulai dari
BBL,bayi, anak balita dan anak prasekolah
|
11 ayat 1
|
Mengutamakn pelayanan anak mulai BBL sampai balita
|
16 ayat 2
|
2.
|
Membahas tentang kehamilan, persalinan dan nifas secara
normal
|
10 ayat 2
|
Membahas tentang kehamilan , persalinan dan nifas secara normal dan abnormal
|
16 ayat 1
|
3.
|
Hanya ada penanganan BBL dengan hipotermi
|
11 ayat 2
|
Penanganan pada BBL dengan asfiksia dan hipotermi
|
18
|
4.
|
Konseling lebih di fokuskan pada wanita secara
keseluruhan tentang pemberian konseling kespro dan KB
|
12
|
Pemberian konseling mengarah pada remaja putri dan
persiapan pranikah
|
15 ayat 2
|
5.
|
Tidak
tercantum
|
_
|
Pelayanan
dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan
tidak teratur dan penundaan haid
|
16 (i)
|
6.
|
Tidak Tertulis wewenang bidan tentang pencabutan alat
kontrasepsi
|
_
|
Tertulis wewenang bidan tenteng pencabutan alat
kontrasepsi
|
19 (d)
|
7.
|
Pelayanan
kesehatan dipaparkan secara lengkap seperti:
Ibu
hamil, persalinan dan nifas ditambah dengan masalah kelainan ginekologi
meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur
|
16
|
Pelayanan
kesehatan lebih mengarah kepada ibu hamil dan masalah nifas
|
10
ayat 3
|
8.
|
Bisa memberikan surat keterangan cuti bersalin
|
10 ayat 3 (k)
|
Belum diperbolehkan
|
-
|
Dan masih banyak lagi perbedaannya
|
2.3.Contoh Kasus Malpraktik Bidan
Kasus
Radar Malang, Kamis 10 Agustus 2006
SUNGSANG, LAHIR KEPALA PUTUS
Batu- Dunia kedokteran di Malang Raya gempar.
Seorang bidan bernama Linda Handayani, warga Jl. Pattimura Gg I Kota Batu,
melakukan malpraktik saat menangani proses persalinan. Akibatnya, pasien bernama
Nunuk Rahayu, 39, tersebut terpaksa melahirkan anak ketiganya dengan hasil
mengerikan. Bayi sungsang itu lahir dengan leher putus. Badan bayi keluar
duluan, sedangkan kepalanya tertinggal di dalam rahim.
Kejadian ini membuat suami Nunuk, Wiji Muhaimin,
40, kalut bukan kepalang.Bayi yang diidam idamkan selama 9 bulan 10 hari itu
ternyata lahir dengan cara yang sangat memprihatinkan. “Saya sedih sekali, tak
tega melihat anak saya,” ujar Muhaimin.
Terkait kronologi kejadian ini, pria berkumis
tebal tersebut menjelaskan, istrinya Selasa sore lalu mengalami kontraksi.
Melihat istrinya ada tanda-tanda melahirkan, Muhaimin membawa istrinya ke bidan
Linda Handayani, yang tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Begitu memasuki
waktu shalat Magrib, dia pulang untuk shalat.
Muhaimin mengaku tidak punya firasat apa-apa
sebelum peristiwa tersebut terjadi. Selama ini dia yakin kalau istrinya akan
melahirkan normal. “Nggak ada firasat apa-apa. Ya normal-normal saja,” katanya.
Kemarin, istrinya masih belum bisa diwawancarai.
Pasalnya, Nunuk masih terbaring lemah di BKIA. Ia tampaknya masih tidur dengan
pulas. Kemungkinan, pulasnya tidur Nunuk tersebut akibat pengaruh obat bius
malam harinya.
Menurut Muhaimin, dia sangat sedih ketika melihat
bayinya tanpa kepala dengan ceceran darah di leher. Dia merasa antara percaya
dan tidak melihat kondisi itu. Namun, dia sedikit lega bisa melihat anaknya
ketika badan dan kepalanya disatukan. Menurut dia, bayi itu sangat mungil dan
cantik, kulitnya masih merah, dan rambutnya ikal. “Saya ciumi dan usap
wajahnya, sambil menangis,” kata Muhaimin dengan mata berkaca-kaca.
Meski kejadian ini dirasakan sangat berat,
Muhaimin akhirnya bisa juga menerima dan menganggap ini takdir Tuhan. Tetapi
untuk kasus hukumnya, dia tetap menyerahkan ke yang berwenang. Dia berharap
kasus ini bisa ditindaklanjuti dengan seadil-adilnya.
Dari penuturan beberapa warga sekitar, sebenarnya
bidan Handayani adalah sosok bidan yang berpengalaman dan senior. Dia sudah
praktik puluhan tahun. Dengan demikian, masyarakat juga merasa kaget mendengar
kabar mengerikan itu datang dari bidan Handayani.
Kabar ini juga menyentak kalangan DPRD kota Batu.
Menurut ketua Fraksi Gabungan Sugeng Minto Basuki, bidan Handayani memang
sangat terkenal di Batu. Kata dia, umurnya sudah 60 tahun lebih. Namun, atas
kasus ini dia meminta dinas kesehatan melakukan recovery lagi terhadap para
bidan yang ada di Batu. Dengan demikian kasus mengerikan semacam ini tidak akan
terulang lagi. “Saya juga meminta polisi segera mengusut kasus ini. Kalau perlu
izin praktiknya dicabut,” katanya. (www.opensubscriber.com)
Analisa kasus
Faktor
yang sangat berpengaruh saat kita mau melahirkan adalah factor kepercayaan dan
kenyamanan pada siapa dan dimana kita akan melahirkan. Artinya pada seorang
bidanpun kalau memang kondisi ibu dan
bayinya tidak bermasalah dan sang ibu merasa percaya dan nyaman insya allah
akan baik-baik saja. Hanya yang perlu diperhatikan adalah seorang bidan
mempunyai keterbatasan dalam melakukan tindakan, walaupun dia mampu secara ilmu
pengetahuan dan pengalamannya.
Ada
beberapa tindakan yang hanya boleh dilakukan oleh seorang dokter saat menolong
persalinan. Jika sang bidan tetap melakukan tindakan yang seharusnya tidak
boleh dilakukan, itu sudah termasuk malpraktek kecuali bidan yang praktek
ditempat yang terpencil dan tidak ada dokter atau tempat rujukan sangatlah jauh
dari tempat praktek bidan dan persalinan sudah harus segera dilakukan(permenkes
pasal14). Tapi jika memungkinkan maka segera lakukan tindakan rujukan karena
kadang bidan apalagi yang sudah senior merasa yakin dan bisa melakukan tindakan
yang dilarang dan terjadi sesuatu hal, maka itu akan jadi masalah besar.
Misalnya seperti kasus bayi sungsang yang kepala putus,penolongnya adalah bidan
senior yang berusia 60th dan terkenal dimasyarakat.
1.
Risiko Persalinan letak Sungsang
Pertolongan dengan letak Sungsang yang
tingkat risikonya tinggi yang dikatagorikan menurut ilmu
kebidanan sebagai persalinan yang tidak normal sehingga dapat menimbulkan
kematian, seperti dalam contoh kasus Bidan Linda telah melakukan
perbuatan tindakan melawan hukum ,berdasarkan kajian penulis sangat
bertentangan dengan:
·
Undang-Undang Kesehatan Pasal 5 Ayat (2) yang
menyatakan bahwa ) “ Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman
·
PERMENKES
RI tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Pada Pasal 10 point ( d )
disebutkan bahwa “ Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi pertolongan
persalinan normal
Analisis:
Dari dua pasal
diatas dapat disimpulkan bahwa setiap orang dalam hal ini ibu yang mengalami
persalinan letak Sungsang , jika ditangani oleh bidan dikatagorikan sebagai
pelayanan yang tidak aman, sehingga melanggar hak orang lain, dari segi etika
profesi jelas bahwa bidan Linda hanya boleh melakukan pertolongan persalinan
dalam katagori normal, dalam persalinan letak sungsang dikatagorikan sebagai
persalinan yang tidak normal.
2. Diagnosa Letak Sungsang
Jika seorang ibu diindikasikan akan mengalami Persalinan letak
Sungsang, Bidan harus mengetahui sebelumnya ( melalui diagnosis ), dan
keadaan ini harus diinformasikan kepada pasien secepatnya, dan dalam contoh
kasus diatas jelas sebenarnya telah terjadi kesalahan dalam mendiagnosis
pasien sehingga Bidan Linda salah memberikan penilaian keadaan pasien dan
sekaligus salah dalam memberikan informasi tentang keadaan pasien
sebenarnya,sehingga salah pula dalam memberi asuhan. Kajian Ilmu Kebidanan
sudah bisa mendeteksi secara lebih awal kasus ini , dan jika Bidan memaksakan
untuk menolong persalinan letak Sungsang akan bertentangan dengan:
·
Dalam Pasal 7 Undang –Undang Kesehatan
disebutkan bahwa:” Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi
tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab”, serta dalam Pasal 8
disebutkan bahwa: “Setiap orang dapat memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah ataupun yang akan
diterimanya dari tenaga kesehatan”
·
Dalam
paragrap kedua tentang Perlindungan Pasien Pasal 56 Ayat (1) dikatakan bahwa
setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruhnya tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima atau memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap
·
Pada
Pasal 10 disebutkan bahwa “ Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi:
Penyuluhan dan Konseling ,Pemeriksaan fisik”
Analisis:
Berdasarkan
empat pasal diatas jelas menolong persalinan dengan katagori letak Sungsang
sudah bisa diketahui lebih awal berupa pemeriksaan fisik, dan harus segera
diinformasikan kepada pasien melalui penyuluhan dan konseling, dan hal ini
sudah menjadi hak pasien mengetahui informasi tentang kondisi kesehatan yang
dialami dengan benar, sehingga juga mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan
tenaga kesehatan selanjutnya. Dalam contoh kasus diatas jelas Bidan Linda telah
melakukan perbuatan melawan hukum, antara lain
Bidan Linda dalam pemeriksaan fisik tidak
akurat, kurang teliti sehingga diagnosisnya salah, hasil diagnosis sebagai
hasil informasi kesehatan yang seharusnya diketahui dan di informasikan ke
pasien juga salah, sehingga pasien tidak mengetahui tingkat resiko dan tindakan
apa yang akan dilakukan, yang seharusnya pasien juga mempunyai hak metolak
terhadap tindakan yang akan dilakukan.
3. Standard Persalinan Letak Sungsang
Menolong dengan persalinan letak sungsang haruslah dengan standart
pelayanan yang tinggi, prosedur serta kehati-hatian juga diperlukan, prosedur
serta standard medis yang tinggi hanya di kuasai oleh Dokter, serta akan lebih
amam dilakukan di Rumah Sakit, jika terjadi kegawat daruratan terhadap pasien
akan dapat ditangani dengan cepat, dan tepat, maka jika Bidan memaksakan
melakukan persalinan letak Sungsang akan bertentangan dengan :
·
Pasal 24 Ayat (1) disebutkan pula bahwa ”Tenaga
kesehatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode
etik, standard profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standart pelayanan,
dan standart prosedur operasional dan dalam Ayat (2) disebutkan bahwa
“ketentuan mengenai kode etik dan profesi sebagai mana yang dimaksud pada ayat
1 diatur oleh organisasi profesi”.
·
Pasal 19 disebutkan bahwa Dalam menjalankan
praktik, bidan mempunyai hak:“Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
praktik sepanjang sesuai dengan standard profesi dan standard pelayanan” Dan
dalam point (c) disebutkan bahwa Bidan melaksanakan tugas sesuai dengan
kewenangannya, standard profesi dan standard pelayanan”
·
Pasal 10 ayat (3)(f) : “Penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan”.
·
Pasal 14 ayat (3) : “Dalam hal daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku”.
·
Pasal 18 ayat (1)(c) : “Merujuk kasus yang bukan
kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu”.
Analisis:
Jelas sekali
tersurat dalam undang-undang tersebut jika bidan memaksakan melakukan
persalinan letak Sungsang sangat bertentangan dengan standard profesi dan
standard pelayanan , dalam hal ini dokter yang mempunyai wewenangnya dan
dilakukan di Rumah Sakit, sehingga kehati-hatian dapat dipenuhi jika terjadi
kegawat daruratan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Dan persalinan letak sungsang merupakan
persalinan yang termasuk dalam penanganan kegawatdaruratan yang seharusnya
dilanjutkan dengan upaya rujukan tapi bidan Linda tidak melakukannya entah
merasa karena sudah senor sehingga merasa mampu untuk menolong persalainan yang
abnormal ataupn alasan yang lainnya tapi tetap saja meskipun sudah senior tetap
saja bidan alam melakukan tindakan apapun harus sesuai dengan kewenangannya.
4. Hak Pasien
Dalam kasus
letak Sungsang pasien diharapkan memperoleh informasi yang akurat tentang
kondisi kesehatanya terutama tentang bahaya apa yang dapat ditimbulkan, serta
apa tindakan yang akan dilakukan jika terjadi persalinan letak Sungsang, maka
jika bidan Linda memaksa melakukan pertolongan persalinan letak Sungsang
akan melanggar peraturan sebagai berikut :
·
Dalam paragraph kedua Undang-Undang
Kesehatan tentang Perlindungan Pasien Pasal 56 Ayat
(1) dikatakan bahwa setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau
seluruhnya tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima atau memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap
·
Dalam Pasal 18 Point (a) tentang Kode
etik dan profesi Bidan disebutkan bahwa” Dalam menjalankan praktek Bidan
berkewajiban untuk menghormati hak pasien, (d) “ meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan” dan dalam Point (e) Meminta persetujuan tindakan
kebidanan yang akan dilakukan.
Analisis :
Dari analisa
kedua pasal tersebut dapat penulis katakan bawa pasien bisa menolak suatu
tindakan yang akan dilakukan tenaga kesehatan walupun sudah memperoleh
impormasi secara lengkap, dan hal ini adalah hak dari pasien secara penuh,
Bidan Linda harus menghormati hak pasien, dan meminta persetujuan kepada
pasien, impormasi tentang keadaan pasien harus diinformasikan secara akurat
sehingga pasien memahami dan mau menerima segala tindakan pelayanan yang akan
dilakukan tenaga kesehatan.
5. Kerugian Pasien
Dalam kasus letak Sungsang jika Bidan memaksakan melakukan pertolongan
persalinan, akan dapat menimbulkan kerugian pada pasien,yang berujung pada
kematian bayi atau bahkan ibunya, maka hal ini akan bertentangan dengan :
·
Pasal 58 Ayat (1) Undang-Undang Kesehatan bahwa
“ Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan
dan / atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimannya”
·
Pasal 21 Tentang Kode etik dan profesi
kebidanan Dinyatakan bahwa dalam rangka melaksanakan pengawasaan pemerintah
atau pemerintah daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan
yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik bidan ,
baik teguran lisan, tertulis, pencabutan SIPB satu tahun atau selamannya
Analisis :
Dari analisis
kedua pasal diatas dapat disimpulkan bahwa pasien mempunyai hak untuk menuntut
ganti rugi jika terjadi kesalahan prosedure pelayanan, Bidan melakukan
pertolongan persalinan letak sungsang jelas telah melanggar prosedur. Dalam hal
ini pemerintah dapat menuntut secara administratif berdasarkan kode etik
profesi bidan.
Berdasarkan pembahasan diatas jelas sekali pertolongan persalinan oleh
Bidan sangat tidak boleh baik dari segi Undang-Undang , Etika Profesi maupun
dari segi prosedur pelayanan kesehatan berdasarkan Anatomi dan fisiologi
pada kasus letak Sungsang.
Namun Dalam praktiknya banyak permasalahan-permasalahan yang dialami oleh
tenaga kesehatan terutama oleh Bidan, karena berbagai faktor, antara lain :
·
Tempat pelayanan persalinan yang terlalu jauh,
terpencil seperti di daerah-daerah pedalaman, jangkauan sarana tempat pelayanan
seperti Rumah Sakit sangat jauh terjangkau, sehingga bidan memberanikan diri
untuk melakukan persalinan letak sungsang ini.
·
Pada kasus tertentu karena pengaruh adat
istiadat atau pengetahuan tradisional, Bidan sangat sulit menerangkan bahwa
persalinan dengan letak Sungsang sangat bahaya dilakukan. Bahkan diabaikan
atau ditentang. Sehingga Bidan terpaksa melakukannya.
·
Pasien
datang ketempat bidan sudah dalam keadaan bayi mau keluar,sehingga tidak
memungkinkan untuk dilakukan rujukan.
·
Pasien
tidak mau dirujuk dengan alas an ekonomi,karena mereka tahu jika melahirkan di
Rumah Sakit biaya yang dikeluarkan mahal
·
Dalam kasus tertentu justru Bidan dengan sengaja
melakukanya demi uang ataupun ketenaran, dan satu sisi pasien juga tidak
mengetahui tentang hak-hak apa yang dapat diperoleh pasien tentang kondisi
kesehatannya atau pasien sengaja tidak dikasih tahu informasi yang jelas
tentang resiko, tindakan serta prosedur persalinan yang yang seharusnya.
Dalam contoh
kasus diatas sebenarnya pasien telah pasrah pada tindakan apa yang dilakukan
oleh bidan Linda karena selain sudah berpengalaman juga cukup dikenal masyrakat
akan tetapi terjadi kelalaian dalam memeriksa keadaan pasien. Tindakan
dilakukan Bidan Linda sangat membahayakan bagi kesehatan ibu dan bayinya
sehingga bayi meninggal dengan sangat memprihatinkan dengan kepala tertinggal
didalam rahim,
Dengan banyaknya
permasalahan yang dialami oleh tenaga kesehatan terutama bidan tersebut,agar
bidan bisa terlindungi oleh hukum,maka bidan dalam kelakukan tindakan harus
memberikan inform consent untuk persetujuan tindakan maupun penolakan tindakan
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1.
Bidan
harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap
tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.
2.
Bidan tidak diberikan kewenangan dalam
melakukan tindakan menolong persalinan letak Sungsang karena Bidan Linda secara
Undang-Undang Kesehatan dan Etika Profesi tidak mempunyai kewenangan
untuk memberikan pertolongan persalinan patologis
3.
Bidan tidak mempunyai kewenangan
dalam Menolong Persalinan letak Sungsang karena risiko yang
ditimbulkannya sangat besar, secara hak pasien telah dirugikan, terutama
tentang persyaratan pasien memperoleh pelayanan kesehatan secara aman
4.
Dalam
kasus tertentu pasien tidak memperoleh hak secara utuh dalam memperoleh
informasi tentang kondisi kesehatan karena kelalaian/kesalahan diagnosis Bidan
Linda sehingga pasien tidak bisa menentukan atau menolak pelayanaan apa yang
sebaiknya diperolehnya.
5.
Bidan
Jika melakukan pertolongan persalinan letak Sungsang akan memperoleh sangsi
hukum sesuai Undang-Undang kesehatan yang dilanggar serta sangsi Administratif
tentang pelanggaran Kode Etik dan profesi Kebidanan
3.2.Saran
1. Bidan harus mengetahui
dan memahami Undang-Undang Kesehatan secara utuh sehingga dalam melakukan
tindakan Pertolongan persalinan letak Sungsang mengetahui dasar hukumnya
2. Diharapkan sedapat
mungkin persalinan letak Sungsang jangan dilanggar karena resiko hukum ,kode
etik sangat berat dan sangat membahayakan kesehatan ibu dan bayi, yang dapat
menimbulkan kematian
3. Bidan dalam memberikan
pelayanan kepada pasien harus teliti,karena kelalaian / kesalahan dalam
pemeriksaan akan mengakibatkan risiko yang sangat besar pada pasien.
4. Bidan atau nakes lainnya hendaknya menunjukkan
keprofesionalisme dengan menjelaskan sejelas-jelasnya tentang kronologi
peristiwa yang terjadi, agar tidak menimbulkan prasangka public yang pada
akhirnya akan menimbulkan fitnah dan isu-isu yang nantinya akan memperburuk
citra bidan dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi bidan
karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat semakin
kritis dan menuntut pelayanan yang prima dari petugas keseha
DAFTAR PUSTAKA
·
www.bidanshop.blogspot.id
·
Dahlan,
S., 2002, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
·
Guwandi,
J., 1993, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Isi Wewenang Bidan pada
PERMENKES No.1464 Ta.2010
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:
a. pelayanan kesehatan ibu;
b. pelayanan kesehatan anak; dan
c. pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
(1) Pelayanan kesehatan
ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan,
masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelayanan konseling pada masa pra
hamil;
b. pelayanan antenatal pada kehamilan
normal;
c. pelayanan persalinan normal;
d. pelayanan ibu nifas normal;
e. pelayanan ibu menyusui; dan
f. pelayanan konseling pada masa
antara dua kehamilan.
(3) Bidan dalam memberikan
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berwenang untuk:
a. episiotomi;
b. penjahitan luka jalan lahir tingkat
I dan II;
c. penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan;
d. pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e. pemberian vitamin A dosis tinggi
pada ibu nifas;
f. fasilitasi/bimbingan inisiasi
menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
g. pemberian uterotonika pada
manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
h. penyuluhan dan konseling;
i. bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j. pemberian surat keterangan
kematian; dan
k. pemberian surat keterangan cuti
bersalin.
Pasal 11
(1) Pelayanan kesehatan
anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah.
(2) Bidan dalam memberikan
pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a. melakukan asuhan bayi
baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu
dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 – 28
hari), dan perawatan tali pusat;
b. penanganan hipotermi
pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
c. penanganan
kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d. pemberian imunisasi
rutin sesuai program pemerintah;
e. pemantauan tumbuh
kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f. pemberian konseling dan
penyuluhan;
g. pemberian surat
keterangan kelahiran; dan
h. pemberian surat
keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
a. memberikan penyuluhan dan konseling
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
b. memberikan alat kontrasepsi oral
dan kondom.
Pasal 13
(1) Selain kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah
berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
a. pemberian alat
kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan
alat kontrasepsi bawah kulit;
b. asuhan antenatal
terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di
bawah supervisi dokter;
c. penanganan bayi dan
anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
d. melakukan pembinaan
peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah
dan remaja, dan penyehatan lingkungan;
e. pemantauan tumbuh
kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
f. melaksanakan pelayanan
kebidanan komunitas;
g. melaksanakan deteksi
dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular
Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
h. pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui
informasi dan edukasi; dan
i. pelayanan kesehatan
lain yang merupakan program Pemerintah.
(2) Pelayanan alat
kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan
anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
(1) Bagi bidan yang
menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan
pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Daerah yang tidak
memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3) Dalam hal daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
(1) Pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu
untuk melaksanakan program Pemerintah.
(2) Bidan praktik mandiri
yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan
pembinaan dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
(1) Pada daerah yang belum
memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan
dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2) Apabila tidak terdapat
tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang
telah mengikuti pelatihan.
(3) Pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan
yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
(1) Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus
memenuhi persyaratan meliputi:
a. memiliki tempat
praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan,
serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan
prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
b. menyediakan maksimal 2
(dua) tempat tidur untuk persalinan; dan
c. memiliki sarana,
peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Ketentuan persyaratan
tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban
untuk:
a. menghormati hak pasien;
b. memberikan informasi
tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
c. merujuk kasus yang
bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
d. meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan;
e. menyimpan rahasia
pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
f. melakukan pencatatan asuhan
kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;
g. mematuhi standar ; dan
h. melakukan pencatatan
dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk
pelaporan kelahiran dan kematian.
(2) Bidan dalam
menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya,
dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan
dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Bidan dalam
menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
a. memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
b. memperoleh informasi
yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
c. melaksanakan tugas
sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
d. menerima imbalan jasa
profesi.
Lampiran 2 : Isi Wewenang Bidan pada
KEPMENKES No.900 Ta.2002
Pasal 16
(1)
Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :
a. penyuluhan dan konseling;
b. pemeriksaan fisik;
c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
d.pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu
hamil denganabortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi
ringan dananemi ringan;
e. pertolongan persalinan normal;
f.pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak
sungsang, partusmacet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa
infeksi,perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia
uteriprimer, post term
dan pre term;
g. pelayanan ibu nifas normal;
h.pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio
plasenta, renjatandan
infeksi ringan;
i.pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang
meliputikeputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
(2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi :
a. pemeriksaan bayi baru lahir;
b. perawatan tali pusat;
c. perawatan bayi;
d. resusitasi pada bayi baru lahir;
e. pemantauan tumbuh kembang anak;
f.
pemberian imunisasi;
g. pemberian penyuluhan.
Pasal 17
Dalam keadaan
tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat
memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dananak sesuai dengan kemampuannya.
Pasal 18
Bidan dalam
memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berwenang untuk :
a.
memberikan imunisasi;
b.
memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas;
c.
mengeluarkan placenta secara manual;
d.
bimbingan senam hamil;
e.
pengeluaran sisa jaringan konsepsi;
f. episiotomi;
g.
penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
h.amniotomi pada pembukaan
serviks lebih dari 4 cm;
i.
pemberian infus;
j.pemberian suntikan
intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;
k. kompresi bimanual;
l.versi
ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya;
m.vacum
ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
n. pengendalian anemi;
o.meningkatkan
pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu;
p
resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
q. penanganan hipotermi;
r. pemberian minum dengan sonde /pipet;
s.pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran
permintaan obat sesuaidengan Formulir VI terlampir;
t.pemberian
surat keterangan kelahiran dan kematian.
Pasal 19
Bidan dalam
memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b, berwenang untuk :
a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan
dan alat kontrasepsi dalam
rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom;
b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi;
c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim;
d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit
tanpa penyulit;
e.memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan,
keluarga berencana dankesehatan masyarakat.
Pasal 20
Bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf c, berwenang untuk :
a.pembinaan
peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak;
b. memantau tumbuh kembang anak;
c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
d.melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan
pertama, merujuk danmemberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS),
penyalahgunaanNarkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta
penyakit lainnya.
Pasal 21
(1) Dalam keadaan
darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidananselain kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14
(2) Pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk penyelamatan jiwa.
Pasal 22
Bidan dalam
menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yangmeliputi tempat
dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dankelengkapan
administrasi.
Pasal 23
(1)Bidan dalam menjalankan praktik perorangan
sekurang-kurangnya harusmemiliki peralatan dan kelengkapan administratif
sebagaimana tercantumdalam
Lampiran I Keputusan ini
(2)Obat-obatan
yang dapat digunakan dalam melakukan praktik sebagaimanatercantum dalam
Lampiran II Keputusan ini.
Pasal 24
Bidan dalam
menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalammeningkatkan derajat
kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar